BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Saat ini aneka jenis makanan yang berkembang semakin beragam, begitu
juga
dengan biskuit. Saat ini banyak biskuit yang beredar di pasaran dengan
berbagai bentuk dan rasa yang
bermacam-macam. Namun tidak semua biskuit yang beredar dipasaran memenuhi
standar SNI yang ditetapkan sehingga berbahaya bagi
kesehatan konsumen. Hal ini dapat terjadi karena biskuit telah terkontaminasi
oleh cemaran fisik, kimia, maupun mikroba (Hartoko, 2007).
Hampir semua bahan pangan tercemar
oleh berbagai mikroorganisme dari
lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis
mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah
Salmonella sp, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, kapang, khamir
serta mikroba patogen lainnya. Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan
pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan
juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat
(Sukarta,2008).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai
perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik
terhadap manusia. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera,
disentri, tbc, poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan.
Akhir-akhir ini terjadi peningkatan gangguan saluran pencernaan akibat
keracunan bahan pangan yang Universitas Sumatera Utara disebabkan oleh
mikroorganisme patogenik yang termakan bersama bahan pangan yang tercemar
(Hartoko, 2007).
Pengujian mutu suatu bahan pangan
diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi,
dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting,
karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat
digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan.
Pengujian mikrobiologi
diantaranya meliputi uji kualitatif
untuk menetukan mutu dan daya tahan
suatu makanan, uji kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat
keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi
makanan tersebut (Fardiaz, 1993).
B. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui higienitas bahan pangan
2. Untuk mengetahui ada / tidak mikroba
pada bahan pangan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Berbagai macam uji mokrobiologis dapat dilakukan terhadap
bahan pangan, meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan daya
tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menenetukan tingkat
keamanan dan uji indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut.
Pengujian yang dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung
berbagai faktor, seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan
penyimpanan serta komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya
(Dirjen POM., 1979).
Metode MPN biasanya biasanya dilakukan untuk menghitung
jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula
digunakan untuk contoh berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi
1:10 dari contoh tersebut (Fardiaz, 1993).
Metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi,
dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu
yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham) yang
diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentuk gas.
Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan lebih tinggi
daripada pengenceran dalam hitungan cawan, sehingga beberapa tabung yang berisi
medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut
mengandung satu sel, beberapa tabung yang lainnya mengandung lebih dari satu
sel atau tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian setelah inkubasi,
diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan sebagai
tabung positif, sedangkan tabung lainnya negatif.
Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah menentukan
jumlah bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan
banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total bakteri tergantung atas
formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan masing-masing bakteri yang
dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal (Djide M. Natsir., 2005)
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan
pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform
dalam sampel yang diuji. Uji positif akan menghasilkan angka indeks. Angka ini
disesuaikan dengan tabel MPN untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel.
(Sesilia,R.2011)
Tabel
seleksi bakteri (Sesilia,R.2011)
Bakteri
|
Media
Enrichmen
|
Media
Selektif
|
Hasil
positif
|
1. E.
coli
2. Salmonella
thypi
3. Pseudomonas
aeruginosa
4. Staphylococcus
aureus
5. Vibrio
cholera
|
BGLBB,
LB, BHIB
BSA,
SCB,
SELENITIF
BHIB
BHIB
APW
|
EMBA,Mc
concey
SSA,
BSA
MHA,
CETA
VJA
TCBSA
|
Koloni
hijau metalik dengan bintik hitam di tegah
Koloni
keruh atau bening, tidak berwarna bagian tengah mungkin berwarna hitam.
Koloni
kecil dan sedang, jernih, sedikit keruh. Koloni hijau berfluoresen
Koloni
berukuran kecil dan berwarna hitam, dikelilingi oleh areal berwarna kuning
yang enunjukkan terjadinya fermentasi manitol.
Koloni
kuning permukaan agak datar, bagian tengah keruh dan bagian pinggir bening
atau koloni kuning agak kering dilingkari zone kuning.
|
Mikroba yang terkandung dalam makanan
bisa menyebabkan terjadinya kerusakan mikrobiologis pada makanan sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu bahan
makanan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, perlu dilakukan pengujian mikroba
yang terkandung dalam makanan tersebut, salah satu cara tersebut adalah dengan
analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan (Buckle 1987). Cara ini
sangat penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah jasad renik di dalam suatu
suspensi atau bahan. Cara-cara tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
1.
Perhitungan jumlah sel
1.
Hitungan mikroskopis
2.
Hitungan cawan
3.
MPN (Most Probable Number)
2.
Perhitungan massa sel secara langsung
1.
Volumetric
2.
Gravimetric
3.
Kekeruhan (turbidimeter)
3.
Perhitungan massa sel secara tak langsung
1.
Analisis komponen sel (protein, DNA, ATP)
2.
Analisis produk katabolisme (metabolit primer, metabolit sekunder, panas)
3.
Analisis konsumsi nutrien (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino,
mineral).
(Waluyo 2007).
BAB
III
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
a. Bahan
·
Sawi
asin
·
Air
tahu
·
Daging
·
Yoghurt
·
Pepton
·
Media
PDA
·
Media
PCA
b. Alat
Nama alat
|
Gambar
|
|
Mikropipet
|
|
|
Colony counter
|
|
|
Tabung reaksi
|
|
|
Petridish
|
|
|
Pipet
|
|
|
Gelas ukur
|
|
|
Bunsen
|
|
|
Pemanas
|
|
|
Pengaduk
|
|
|
Erlenmeyer
|
|
|
Inkubator
|
|
c. Prosedur
kerja
·
Persiapan
sampel
Sebanyak 10 gr sayuran / buah-buahan dimasukkan
kedalam 90 ml larutan penencer steril (
1:10) (larutan NaCl 0,5%. Arutan buffer fosfat, larutan pepton 0,1%) kemudian
diblender selama 2 menit dan didiamkan 3 menit. Untuk sayuran daun, cukup
dilakukan pengocokan selama 2 menit dan didiamkan selama 3 menit.
·
Jumlah
mikroorganisme aerobic
Dari pengenceran 1:10 gr dibuat
pengenceran sampai 1:1000, pemupukan dilakukan menggunakan 3 pengenceran yang
terakhir kemudian PCA steril yang telah didinginkan ± 50 oC,
inkubasikan pada suhu 30-32 oC selama 2-3 hari. Hitung koloni yang
tumbuh.
·
Produk
daging / ikan, menggunakan metode penghancuran
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN
Group
|
Sample
|
Pengenceran
|
Jumlah
koloni / 0,01 ml
|
Gambar
|
Keterangan
|
||
PCA
|
PDA
|
PCA
|
PDA
|
||||
A & H
|
Sawi asin
|
104
|
20
|
Gagal
|
|
|
Warna:
bening
Bentuk:
bulat
|
106
|
17
|
Gagal
|
|
|
|||
B & I
|
Daging
|
104
|
200
|
61
|
|
|
Warna:
bening
Bentuk:
bulat
|
106
|
39
|
158
|
|
|
|||
C & J
|
Yoghurt
|
104
|
>300
|
>300
|
|
|
Warna:
bening
Bentuk:
bulat
|
106
|
129
|
230
|
|
|
Group
|
Sample
|
Pengenceran
|
Jumlah
koloni / 0,01 ml
|
Gambar
|
Keterangan
|
||
PCA
|
PDA
|
PCA
|
PDA
|
||||
D& K
|
Sawi asin
|
104
|
16
|
Gagal
|
|
|
Warna:
bening
Bentuk:
bulat
|
106
|
50
|
Gagal
|
|
|
|||
E & L
|
Daging
|
104
|
120
|
183
|
|
|
Warna:
putih
Bentuk:
bulat
|
106
|
47
|
196
|
|
|
|||
F & M
|
Yoghurt
|
104
|
118
|
>300
|
|
|
Warna:
bening
Bentuk:
bulat
|
106
|
>700
|
>300
|
|
|
Group
|
Sample
|
Peng-encer-an
|
Jumlah
koloni / 0,01 ml
|
Gambar
|
Keterangan
|
||
PCA
|
PDA
|
PCA
|
PDA
|
||||
G & N
|
sawi asin
|
104
|
46
|
Gagal
|
|
|
Warna:
putih keruh
Bentuk:
bulat
|
106
|
23
|
Gagal
|
|
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Laporan ini akan membahas
hasil praktikum uji mikroorganisme bahan pangan.
Sayur dan buah saat
dipanen mungkin mengandung mikroorganisme dalam jumlah tinggi. Buah dan
sayur dapat tercemar oleh bakteri patogen dari air irigasi yang tercemar
limbah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. Cemaran akan
semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan
tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari tanah ke
selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai
pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio
cholerae dapat
mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur
melalui tanah. Melalui penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat
mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora.
Kualitas dari produk pangan
untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan makanan diantaranya adalah bakteri
dan kapang. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu
membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).
Bakteri merupakan
mikroorganisme yang menempati golongan prokariotik, karena tidak memiliki
dinding inti yang jelas atau belum memiliki dinding inti yang sejati, sehingga
semua bagian intinya tersebar di dalam sitoplasma secara bebas. Tetap memiliki
faktor pembawa sifat yang tersimpan di dalam DNA yang berada di dalam kromosom
namun tersebar luas dan bebas di dalam sitoplasma. Meskipun demikian bukannya
tidak memiliki inti namun hanya saja tidak memiliki dinding inti yang jelas
sehingga tampak tidak berinti sel. Beberapa sifat morfologi bakteri perlu
diperhatikan karena pertumbuhannya di dalam makanan dan juga karena bakteri
memiliki ketahanan cukup tingggi selama pengolahan dengan panas maupun dengan
suhu dingin (Schlegel & Schmidt, 1994).
Dengan adanya keberadaan
mikroorganisme di sekitar kita, maka mikroorganisme itu juga dapat
menguntungkan tetapi dapat juga merugikan, karena apa kita tahu bahwa mikrobia
dapat membuat makanan kita menjadi busuk, rusak, tengik, dll. Makanan itu dapat
terkontaminasi oleh mikrobia karena dalam makanan mengandung banyak sekali
nutrien, yang mana kita tahu bahwa suatu mikrobia dapat hidup dan berkembang
bila terdapat nutrien, maka itu tidak heran bila makanan dapat mengalami
pembusukan, karena makanan merupakan media yang bagus untuk dapat tumbuh suatu
mikroorganisme (Winarno et al.,1980).
Namun, selama persiapan
pengolahan untuk proses pembekuan, fermentasi atau pengeringan sebagian besar
mikroorganisme tersebut atau mati. Berbagai proses yang dapat menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada pengolahan sayuran dan buah, misalnya
pencucian, pemanasan atau blansing, penggunaan germisida, pembekuan, dan pengeringan.
Meskipun proses pengolahan pada umumnya dapat membunuh mikroorganisme tetapi
beberapa termasuk spora dan beberapa jenis sel vegetatif masih dapat hidup
setelah mengalami proses pengolahan.
Pada sayuran yang dibekukan
mikroorganisme yang mungkin masih tahan setelah proses persiapan dan pembekuan
terutama adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang dan bakteri asam laktat
yang termasuk dalam jenis Streptococcus dan Leuconostoc,
mikroorganisme indikator seperti koliform dan enterokoki. Pada buah-buahan beku
dimana pH-nya tergolong rendah mikroorganisme yang dominan adalah khamir dan
kapang asidurik. Pada sayuran dan buah-buahan kering, mikroorganisme yang
sering ditemukan terutama adalah yang dapat tumbuh pada Aw rendah terutama
spora bakteri dan kapang.
Praktikum kali ini akan
dilakukan pemeriksaan mikroorganisme pada sayuran beku (wortel dan jagung),
sayuran kering, kismis, sukade oranye, dan sukade ijo. Sebelum melakukan
praktikum, praktikan harus malakukan sterilisasi terhadap alat-alat yang akan
digunakan selama proses pemeriksaan mikroorganisme dari produk olahan sauran
dan buah-buahan. Alat-alat yang disterilisasi yaitu 7 buah tabung reaksi, 7
buah pipet ukur, 2 buah beaker glass, 6 buah cawan
petri, dan spatula. Kemudian alat-alat tersebut di masukkan kedalam oven dan di
sterilisasi selama 2 jam. Setelah semua alat steril, sampel ditimbang sebanyak
1 gram dengan menggunakan neraca analitik. Sampel di ambil dengan
menggunakan spatula dengan ujung yang berbeda untuk sayuran beku dan sayuran
kering. Setelah sampel di timbang, hancurkan sampel tersebut di dalam beaker
glass dengan menggunakan ujung spatula. Jangan lupa untuk melakukannya secara
aseptic untuk menghindari kontaminan yang berasal dari lingkungan sekitar.
Setelah sampel dihancurkan, masukkan sampel kedalam tabung reaksi steril dan
tambahkan 9 ml larutan buffer fosfat. Kocok sampai homogen sehingga didapat
pengenceran 10-1 untuk
setiap sampel sayuran beku dan sayuran kering. Untuk sayuran beku lakukan
pengenceran sampai 10-4 dan
untuk sayuran kering lakukan pengenceran sampai 10-3.
Ambil 1 ml suspensi sayuran
beku dari pengenceran 10-3 dan
10-4 dimasukkan ke
cawan petri yang berbeda. Kemudian masukkan media PCA secukupnya dan cawan
petri digerak-gerakkan membentuk angka delapan agar medium dan sampel
tercampur. Setelah itu biarkan hingga media membeku. Jika media sudah membeku,
inkubasikan media pada suhu 300C selama 2 hari.
Ambil 1 ml suspensi sayuran
kering dari pengenceran 10-2 dan
10-3 dimasukkan ke
dalam 4 buah cawan petri yang berbeda. Kemudian masukkan media PDA dan SMA
secukupnya dan cawan petri digerak-gerakkan membentuk angka delapan agar medium
dan sampel tercampur. Setelah itu biarkan hingga media membeku. Jika media
sudah membeku, inkubasikan media pada suhu 300C selama 2 hari.
Menurut
Fardiaz (1992), untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara
hitungan cawan digunakan suatu standar yang disebut Standart Plate
Counts (SPC). Ketentuannya adalah sebagai berikut :
·
Cawan yang dipilih dan dihitung
adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 dan 300.
·
Beberapa koloni yang bergabung
menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar di mana jumlah koloninya
diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
·
Satu deretan rantai koloni yang
terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni
Menurut
Fardiaz (1992), dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni,
diantaranya sebagai berikut :
·
Hasil yang dilaporkan hanya terdiri
dari dua angka yaitu angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka
yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka
lebih tinggi pada angka kedua.
·
Jika pada semua pengenceran
dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang
dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang
terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan
dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di
dalam tanda kurung.
·
Jika pada semua pengenceran
dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang
dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang
tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan
dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di
dalam tanda kurung.
·
Jika pada cawan dari dua tingkat
pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan
antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil
atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi
dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
·
Jika digunakan dua cawan petri
(duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut,
tidak boleh diambil salah satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat
pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni di antara 30 dan
300.
Pengamatan
bentuk dan ukuran sel koloni bakteri akan tampak jelas jika dilakukan pewarnaan
terhadap sel. Teknik pewarnaan gram harus sesuai prosedur karena dapat
mengakibatkan kesalahan identifikasi antara gram positif dan gram
negatif. Teknik pewarnaan gram tersebut dapat menghasilkan warna merah
dan ungu atau biru. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi
dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan
lugol, larutan alkohol (bahan pemucat) 95%, dan zat pewarna berupa zat warna safranin.
Sebelum
dilakukan pewarnaan gram, yang harus dilakukan adalah membuat apusan bakteri
terlebih dahulu. Cara membuat apusan bakteri yaitu, pertama nyalakan bunsen
terlebih dahulu. Pada setiap pengerjaan mikrobiologi usahakan untuk bekerja
didekat bunsen agar lingkungan tetap steril dan menghindari kontaminan. Setelah
menyalakan bunsen, sterilkan gelas objek dengan kapas atau tisu yang sudah
diberi alkohol 70%. Perhatikan serabut kapas yang ada di gelas objek, jangan
sampai tertinggal satu helaipun serabut kapas karena dapat mengganggu pada saat
melakukan pengamatan bentuk bakteri di bawah mikroskop. Kemudian lalukan gelas
objek di sekitar api bunsen yang menyala untuk memastikan kesterilan gelas
objek. Setelah itu oleskan akuades steril terlebih dahulu pada gelas objek
dengan menggunakan ose loop setipis mungkin. Kemudian ambil sampel dengan
menggunakan ose loop steril pada permukaan media. Setelah itu oleskan sampel
setipis mungkin pada gelas objek dengan penyebaran yang merata. Kemudian
lakukan fiksasi dengan cara melalukan gelas objek di atas api secara cepat.
Setelah
apusan bakteri kering dilanjutkan dengan pewarnaan gram. Cara pewarnaan gram
yaitu, pertama teteskan pewarna Kristal violet selama satu menit di atas film
pada gelas objek. Kemudian bilas dengan akuades dengan cara membilas gelas
objek pada posisi miring. Kemudian keringkan setelah kering tetesi dengan lugol
selama satu menit lalu bilas kembali dengan akuades dan keringkan. Setelah
kering hilangkan warna pada gelas objek dengan menggunakan alkohol 95% selama
10 – 20 detik lalu bilas dengan akuades dan keringkan kembali. Kemudian warnai
dengan larutan safranin selama 20 detik lalu bilas dengan akuades dan keringkan
dengan kertas serap atau tisu. Setelah pewarnaan selesai, siapkan cover
glass dan bersihkan dengan menggunakan kapas atau tisu yang sudah di
beri alkohol 70%. Kemudian letakkan cover glass di atas
bakteri yang telah di warnai dan lakukan pengamatan di bawah mikroskop. Setelah
semuanya dilakukan sesuai prosedur, pewarnaan gram tersebut akan menghasilkan
warna merah dan ungu atau biru. Bakteri yang diwarnai dengan pewarnaan gram ini
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram
Negatif. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet
sehingga akan terlihat berwarna ungu di bawah mikroskop. Sedangkan bakteri gram
negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan
alkohol, dan pada saat diberi zat pewarna safranin akan tampak berwarna merah.
Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding
selnya.
Larutan
yang digunakan pada pewarnaan gram memiliki 2 fungsi yaitu ada larutan pengucak
dan larutan pembanding. Yang termasuk larutan pengucak adalah alkohol yang
berfungsi untuk membersihkan sisa warna yang masih tertinggal dalam sampel yang
akan diamati. Sedangkan larutan pembanding ini berfungsi sebagai patokan apakah
sampel tersebut mempertahankan Kristal violet atau tidak sehingga dengan adanya
larutan pembanding inilah kita bisa menentukan sampel mana yang tergolong gram
positif dan gram negatif.
Selanjutnya,
penambahan safranin berguna sebagai pewarna pada pengamatan bakteri ini. Hal
ini terkait dengan hubungan antara bakteri dan zat pewarna basa yang menonjol
yang disebabkan asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel bakteri.
Jadi, jika bakteri diberi warna, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan
bereaksi dengan ion positif dalam zat pewarna basa. Sebaliknya, zat pewarna
asam akan ditolak oleh muatan negatif bakteri secara menyeluruh. Jadi, ketika
bakteri diolesi dengan zat pewarna, asam akan menghasilkan pewarnaan pada
daerah latar belakang saja.
Bakteri
gram positif dan gram negatif, didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri
terhadap warna tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh
komposisi dinding selnya sehingga pewarnaan gram tidak bisa dilakukan pada
mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel. Bakteri yang digolongkan dalam
jenis bakteri gram negatif memiliki lapisan membran yang selapis saja, sedangkan
bakteri gram positif memiliki membran yang agak tebal sehingga dapat hidup pada
keadaan lingkungan yang ekstrim, seperti pH yang rendah, suhu tinggi dan lain
sebagainya. Bakteri yang bersifat patogen pada umumnya adalah bakteri yang
digolongkan dalam bakteri yang memiliki gram negatif. Karena memiliki membran
yang tebal dan kuat sehingga bakteri yang bersifat patogen dapat hihup pada
keadaan atau lingkungan yang kurang baik. Perbedaan mendasar antara bakteri
gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat
iodin terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram
positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram
negatif dengan pencucian alkohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram
positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal
(25-50nm) sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3nm).
Berdasarkan
hasil pengamatan pada tabel 1 dan tabel 2, setelah dilakukan pewarnaan gram,
pada sayuran beku dan sayuran kering terdapat berbagai macam jenis bakteri.
Pada sayuran beku, kemungkinan bakterinya adalah Streptococcus karena
ada yang berbentuk bulat, gram positif, hidupnya berpasangan. Pada sayuran yang
dibekukan mikroorganisme yang mungkin masih tahan setelah proses persiapan dan
pembekuan terutama adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
asam laktat yang termasuk dalam jenisStreptococcus dan Leuconostoc,
mikroorganisme indikator seperti koliform dan enterokoki. Pada sayuran dan buah-buahan
kering, mikroorganisme yang sering ditemukan terutama adalah yang dapat tumbuh
pada Aw rendah terutama spora bakteri, kapang, dan khamir.
Daging
dan ikan merupakan bahan pangan hewani yang bernilai gizi tinggi. Daging
umumnya mengandung air dengan kadar 66%, protein 18.8%, lemak 14%, Ca 11% dan
komponen lainnya. Sedangkan ikan pada umumnya mengandung 63% air, 21% protein,
14% lemak dan 1,41% abu (Herudiyanto, 2006). Oleh karena itu daging merupakan
media yang disenangi oleh mikroorganisme untuk tumbuh terutama setelah masa
penyembelihan.
Sesudah
ditangkap dan mati, ikan akan mengalami :
·
Proses penurunan mutu (proses
deteriorasi) yang disebabkan oleh faktor intern dan ekstern yang menjurus ke
arah proses pembusukan sampai akhirnya ikan itu busuk.
·
Proses deteriorasi tidak dapat
dihentikan secara total, yang dapat diusahakan oleh manusia hanyalah
memperlambat proses tersebut.
·
Kontrol dari faktor deteriorasi,
melalui teknologi pengolahan pangan dalam aplikasinya dapat berjangka waktu
pendek dan berjangka waktu panjang.
Pada
jangka waktu pendek menggunakan kontrol yang sederhana untuk pengolahan bahan
pangan ini, yaitu :
·
Pangan disimpan hidup; hanya dipanen
atau dipotong saat akan dikonsumsi.
·
Pangan sesudah dipotong, cepat
(faktor waktu) ditangani melalui cara-cara penyiangan (membuang sumber
pembusukan), perlindungan (menerapkan tindak sanitasi dan hygiene), dan
pendinginan (memperlambat proses deteriorasi).
Pada
kontrol berjangka waktu panjang, ada beberapa teknik kontrol (pengolahan dan
pengawetan) yang dapat diusahakan :
·
Kontrol kehidupan mikroba : dengan
cara kontrol suhu tinggi (teknik pemasakan), suhu rendah (teknik refigerasi),
uap air (pengeringan), keasaman (pengaturan pH), udara (teknik vakum),
penyinaran dengan panjang gelombang pendek (teknik irradiasi), dan lain-lain.
·
Kontrol enzim : prinsip dasar dan
metodenya mengikuti teknik kontrol mikroba.
·
Kontrol terhadap uap air, udara dan
cahaya : menggunakan pengemasan atau pengepakan yang sifatnya melindungi
(protektif).
·
Kontrol terhadap serangga dan rodenta
(tikus) : dengan cara pengepakan yang protektif, dan perlindungan sanitasi
dan hygiene terhadap pangan dan lingkungannya.
Kondisi
bakterial yang terdapat pada ikan basah,antara lain :
·
Tergantung pada mutu air yang
didiami ikan, pada setiap sentimeter persegi kulitnya terdapat antara 102
sampai 103 bahkan 105 per gram. Pada isi perut ikan yang lapar terdapat sedikit
bakteri sedangkan pada ikan yang kenyang terdapat sejumlah besar yaitu sekitar
107 bakteri per gram isi perut.
·
Daging ikan yang sehat segar umumnya
tidak mengandung bakteri atau steril.
·
Pada ikan yang baru ditangkap
terdapat tiga pemusatan kumpulan bakteri yaitu pada selaput lendir permukaan
ikan, insang dan isi perut, sedangkan dagingnya steril.
Untuk
mengurangi kerusakan setelah penyembelihan. Daging diberikan penanganan berupa
pengolahan dan pengawetan seperti pengawetan atau fermentasi. Tujuan dari
pengolahan adalah melindungi daging dari kerusakan termasuk karena
mikroorganisme. Tetapi walaupun sudah dilakukan proses pengolahan pada daging
dan ikan, daging dan ikan masih memiliki resiko kerusakan oleh mikroorganisme.
Makanan
siap santap biasanya dijual dalam bentuk beku atau didinginkan. Makanan beku,
selama masih beku dapat dinyatakan aman. akan tetapi untuk makanan yang didinginkan
harus diperhatikan umur simpannya. Mikroorganisme yang ditemukan pada makanan
siap santap adalah mikroorganisme yang tahan proses pemanasan, Misalnya Clostridium danBacillus (Sporanya)
dan mikroorganisme yang mengkontaminasi selama penaganan misalnya Y.
Enterocolitica Dan I. Monocytogenes. Kedua bakteri
ini dapat tumbuh pada suhu rendah (Refrigertor). Dengan demikian dalam
memproduksi makanan siap santap yang disimpan dingin harus diperhatikan
sanitasi dan hingga selama pengolahan, kontrol suhu selama penyimpanan dan umur
simpan produk.
Salmonella merupakan
salah satu jenis bakteri pathogen yang berbahaya. Salmonellaselain
dapat menyebabkan gejala gastrointestinal (gangguan perut), juga menyebabkan
demam tifus (S. typhi) dan parasitifus (S. paratyphi)
, dan masih ada spesies-spesies lainnya misalnya S. pullorum, S.
gallinarum, dan masih banyak spesies lainnya (Fardiaz,1992).
Oleh
karena itu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme pada produk olahan daging atau
ikan. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah daging sapi dan
daging ikan segar.
Praktikum
kali ini akan dilakukan pengamatan total mikroorganisme aerobik dan
perbanyakan Salmonella. Sebelum melakukan pengamatan total
mikroorganisme aerobik, sampel ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 gram, lalu
dihaluskan dengan menggunakan mortar. Setelah itu masukkan kedalam larutan 9 ml
buffer fosfat sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Setelah itu
lakukan pengenceran sampai 10-4. Kemudian ambil 1 ml dari
pengenceran 10-3 dan 10-4. Masukkan kedalam cawan
petri, dan tuangkan media PCA yang masih cair. Bila media telah membeku,
cairkan terlebih dahulu dengan menggunakanwaterbath. Gerakkan cawan
membentuk angka delapan agar homogen. Setelah agar kembali membeku, inkubasi
cawan dalam posisi terbalik pada suhu 300C selama 2 hari. Cawan
harus dalam posisi terbalik agar uap yang terbentuk selama inkubasi tidak jatuh
ke permukaan agar yang dapat mengganggu pengamatan. Setelah itu hitung jumlah
koloni bakteri dan hitung nilai SPC-nya.
Perbanyakan Salmonella dilakukan
dengan mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke
dalam 9 ml media TTB (Tetrathionat Broth), kemudian di inkubasi selama 12-16
jam dengan suhu 370C. kemudian siapkan media SSA (Salmonella
Shigella Agar) yang di masukkan ke dalam cawan dalam keadaan cair dan
dibiarkan membeku pada suhu ruang. Waktu yang dibutuhkan sekitar 12-16 jam
karena waktu tersebut adalah waktu optimum dalam pertumbuhan Salmonella dan Shigella.
Setelah itu ambil 1 ose sampel dari TTB dan diinokulasikan ke dalam cawan petri
dengan metode gores radian yang telah berisi media SSA beku, lalu inkubasi
selama 24 jam dengan suhu 370C, dan amati. Penggunaan media
SSA pada praktikum perbanyakan Salmonella ini adalah sebagai
media pengaya yang telah ditambahkan zat-zat tertentu agar Salmonella dan Shigella cepat
tumbuh dan berkembang biak.
Berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan bahwa semakin tinggi pengenceran, maka mikroorganismenya semakin
sedikit, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang
digunakan mengandung banyak bakteri, karena sample yang digunakan adalah produk
segar yang belum melewati proses pengolahan apapun. Sehingga mikroorganisme
banyak yang tumbuh. Hal ini membuktikan bahwa pengolahan dapat menghilangkan
bahkan mengurangi mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan juga menunjukkan
terdapatnya bakteri patogen seperti Salmonella dan shigella. Salmonella yang terdapat di dalam cawan petri
dengan sampel daging, bakterinya berwarna hijau metalik danshigella yang terdapat didalam cawan
petri dengan sampel daging, bakterinya berwarna merah muda.
Bedasarkan hasil pengamatan,
koloni terbanyak terdapat pada sampel daging sapi segar, karena Salmonella dan Shigella biasa tumbuh pada permukaan luar
daging, sifat dari bakteri ini adalah bakteri anaerob fakultatif.
BAB
VI
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari praktikum pemeriksaan mikroorganisme dari bahan pangan adalah sebagai
berikut:
·
Pada sayuran beku dan sayuran kering
terdapat berbagai jenis mikroorganisme.
·
Mikroorganisme yang sering pada
sayuran kering adalah spora bakteri, kapang, dan khamir.
·
Bakteri yang terdapat pada
daging dan ikan umumnya bakteri aerobik.
·
Bakteri sering tumbuh dan tumbuh
dengan cepat pada daging dan ikan, karena daging dan ikan mengandung nutrisi
yang tinggi.
·
Koloni terbanyak terdapat pada
sampel daging sapi segar, karena Salmonella danShigella biasa
tumbuh pada permukaan luar daging, sifat dari bakteri ini adalah bakteri
anaerob fakultatif.
·
Salmonella yang
terdapat di dalam cawan petri dengan sampel daging, bakterinya berwarna hijau
metalik dan shigella yang terdapat didalam cawan petri dengan
sampel daging, bakterinya berwarna merah muda.
·
Penggunaan media SSA pada praktikum
perbanyakan Salmonella ini adalah sebagai media pengaya yang telah
ditambahkan zat-zat tertentu agar Salmonella dan Shigellacepat
tumbuh dan berkembang biak.
·
Salmonella merupakan
salah satu jenis bakteri pathogen yang berbahaya.
·
Produk segar lebih banyak mengandung
mikroorganisme karena belum mengalami proses pengolahan yang dapat mengurangi
bahkan menghilangkan mikroorganisme yang terkandung didalamnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://muzhoffarbusyro.wordpress.com/teknologi-industri-pangan/laporan-praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-8-pemeriksaan-mikroorganisme-dari-produk-olahan-daging-dan-ikan/
http://muzhoffarbusyro.wordpress.com/teknologi-industri-pangan/laporan-praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-7-pemeriksaan-mikroorganisme-dari-produk-olahan-sayuran-dan-buah-buahan/
http://anggunpiratezz.blogspot.com/2011/06/laporan-uji-mikrobiologi-mamin.html
http://felicity-novalia70.blogspot.com/2011/12/laporanpraktikum-haritanggal-sabtu-24.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34631/5/Chapter%20I.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar